Takanobu Shiina dan Surat Peserta Ujian S2 (Part 2)

Memang sejak lama, aku udah diberi predikat “NEKAT” oleh teman-temanku. Karena aku sendiri punya prinsip,....

“Selama orang lain bisa, kenapa aku gak ?”

Kali ini, bukan tentang traveling ke Bromo yanghanya 67$ tetapi tentang studi di Jepang. Ketika itu, aku sudah lulus kuliah, jurusan Sosiologi di Universitas Sebelas Maret (UNS), tapi masih ngekos di sekitar kampus. Nah, kebetulan kosku itu dekat dengan wisma seni, semacam tempat menginap sekaligus tempat nongkrongnya para bule baik itu yang exchange student di UNS atau Institut Seni Indonesia (ISI-Solo) juga turis. Dari zaman kuliah memang sering banget nongkrong disana. Lumayanlah bisa belajar bahasa Inggris gratis.

As usual, dengan modal SKSD (sok kenal sok dekat), aku berhasil kenalan dengan teman dari Chiba, Jepang. Namanya Takako Tsuji, dialah yang mengenalkanku ke Takanobu Shiina.

“Mbak Ika, rencana mbak ika habis ini mau ngapain ?”, tanya Taka (Takanobu Shiina) dengan bahasa Indonesia-nya yang fasih banget.

Dengan isengnya aku jawab, “Kayaknya Mbak Ika mau ke Jepang deh. Pengen banget kuliah disana. Tapi gimana ya caranya ?”, sambil senyum-senyum kecil.  

Dengar jawabanku seperti itu, sudah jelaslah pasti orang lain langsung menghiraukannya. Namanya juga jawaban gak sepenuh hati alias agak becanda gitu. Eh, tapi si Taka itu malah ngecheck handphone-nya dan searching-searching. Apa dia pikir aku beneran kali ya ?

Sambil duduk dan ngobrol bareng di kursi teras depan kosan bareng Takako juga, selang 10 menit, Taka bilang kalau ada ujian lokal untuk masuk S2 di Kokushikan University alias kampusnya. Good news-nya, ujian lokal itu diadain di UNS which is deket banget dari kosan jadi hemat biaya. Tapi bad news-nya waktu pendaftaran akan ditutup tinggal 7 hari lagi.

Antara mau lanjut apa gak, tapi pengen coba juga. Itung-itung berhadiah gitu. Lolos ya syukur, gak lolos ya gak apa-apa. Tapi sih kalau dipikir matang-matang begini, aku kan gak pinter-pinter banget. Kalau coba daftar beasiswa, selain kurang PD juga pesimis kalau gak bakal lolos. Pada intinya sih, menyerah sebelum berperang dan ingin yang praktis aja gitu. Jadi, semisal ujian di kampus ini lolos, ya dijalani aja sambil cari peluang yang lain alias dijadiin batu loncatan. Begitu sih niat awalnya.


So, meskipun 7 hari lagi, aku tetep stay calm gitu. Dari mulai isi-isi dokumen yang semua harus berbahasa Jepang, aku pasrahin ke Taka dengan pakai sedikit ancaman gitu.

“Taka bantuin Mbak Ika ya isi form-form ini. Pokoknya harus bantuin. Kan kamu yang ngasih tau mbak Ika tentang ujian ini. Kamu juga duta Kokushikan lho.”

Kayaknya sih ancamannya is working. Tapi entahlah alesannya apa, yang jelas dia benar-benar bantu. Bahkan, dia juga rela lembur sampai dengan jam 3 subuh untuk men-translate research plan ke dalam bahasa Jepang. Karena sesuai dengan persyaratannya, peserta diwajibkan untuk melampirkan research plan dengan bahasa Jepang. Entah disebut keberuntungan atau memang suatu bentuk premanisme ya, proses pendaftaran ujian S2 pun berjalan dengan mulus dan lancar. Akhirnya, berhasil juga mendapat kartu peserta ujian (interview).


Previous                Next


IKA NUR SETIYAWATI
Instagram : @ikanursetiyawati
Youtube channel : Ika Nur Setiyawati
WA & LINE : +817042277168
E-mail : ikanursetiyawati@gmail.com

Comments

Popular posts from this blog

Gagal Ujian S2 di Jepang (Part 3)

Job Vacancy Jewellery Representative PT Central Mega Kencana 2016

Visa ke Jepang (Part 4)